VIVAnews - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-18 telah dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kemarin, Sabtu 7 Mei 2011 di Assembly Hall, Jakarta Convention Center (JCC). Pertemuan para kepala negara dan kepala pemerintahan negara-negara ASEAN itu diharapkan tidak hanya mendapat keuntungan seremonial bagi Indonesia sebagai ketua ASEAN.
Namun, KTT ASEAN yang dilaksanakan pada 7-8 Mei 2011 itu juga diharapkan dapat memberikan manfaat positif bagi masyarakat. Keuntungan itu terutama terkait peningkatan daya saing produk Indonesia yang masih rendah.
Pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Atma Jaya, A Prasetyantoko, mengatakan, daya saing produk Indonesia rendah karena banyak pungutan liar dan korupsi. "Korupsi menjadi permasalahan yang sangat menghambat daya saing Indonesia dengan negara-negara ASEAN," kata Prasetyantoko di Jakarta.
Investasi yang ingin ditanamkan perusahaan asing, menurut dia, terhambat oleh banyaknya pungutan liar terutama dalam pengurusan izin investasi.
Sebelumnya, Duta Besar/Perwakilan Tetap Indonesia untuk ASEAN, Ngurah Swajaya, mengatakan, lemahnya daya saing produk Indonesia juga terlihat dari implementansi perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA).
Serbuan produk China seiring pemberlakuan perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China itu memicu kekhawatiran sejumlah industri di dalam negeri. Beberapa sektor industri dinilai rawan terkena dampak perdagangan bebas itu.
Sektor-sektor itu adalah logam dengan kerawanan sebesar 70 persen, furnitur (61 persen), garmen (57 persen), kain grey (56 persen), dan mesin (45 persen).
Meski demikian, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menyebutkan, dari sekitar 9.000 produk, hanya sekitar 200 produk yang mengalami masalah akibat dibukanya keran perdagangan antara ASEAN dan China.
Mari mengatakan, pemerintah tak akan merenegosiasi perjanjian perdagangan secara bilateral dengan China, meskipun barang-barang asal Negeri Tirai Bambu membanjiri Indonesia. "Renegosiasi memakan waktu lama," kata dia, belum lama ini.
Sementara itu, terkait realisasi mata uang tunggal ASEAN, Prasetyantoko menilai sulit dilakukan. Berkaca pada proses penyatuan mata uang di Uni Eropa yang cukup panjang, ASEAN cukup sulit untuk mewujudkan mata uang tunggal.
"Jika bicara nilai tukar, outflow, dan lain-lain, banyak faktor di ASEAN yang perlu diselesaikan terlebih dahulu," ujarnya.
Melalui KTT ASEAN itu, pemerintah RI juga diharapkan mendapatkan keuntungan lain yang lebih bisa dirasakan oleh masyarakat. "Indonesia punya peran besar di ASEAN, apalagi posisinya sebagai satu-satunya anggota G-20 (di lingkup ASEAN). Jadi, Indonesia memilikibergaining position yang kuat," kata analis kebijakan dari Migrant Care, Wahyu Susilo.
0 komentar:
Posting Komentar